Terlihat seseorang yang tengah berjalan disebrang jalan sana. “siap dia? Melihatnya aku tak mau memalingkan pandanganku.” Pikirku dalam hati. Dia adalah seorang cowok yang berparas tempan, entah kenapa baru pertama kali melihatnya, dia telah begitu mudah memikat hatiku.
“Apakah aku harus begitu saja menghampiri dia?” Pikirku. Aku melangkahkan kaki secara pelan.
“Hilang akal aku, masa gitu aja langsung maen sosor aja.” Gerutuku dalam hati.
Sedikit aku memejamkan mataku, karena polusi dari kendaraan menyerangku yang tengah menatap dia.
Polusi kini sudah berterbangan menyebar entah kemana hilangnya. Aku melirik kearah yang tadi menjadi sasaran pandanganku. Dilihatnya, sosok cowo pemikat hati telah hilang entah kemana dia pergi.
Ku melihat keseluruh penjuru lingungan, tapi tak kunjung ku temukan.
“Sis, lo gue cariin ternyata disini.” Suara Linda temanku menghentikan pencarianku.
“E… emm sorry.” Jawabku yang tetap melirik sekeliling dengan pasang wajah kebingungan.
“Eh, lo kenapa? Kaya yang lagi nyari seseorang?” Tanyanya padaku yang membuat mukaku merah memudar.
“Enggak Lin. O yah, ayo pergi.” Aku segera mengajak Linda pergi dari tempat sana. Aku tetap melihat sekelilingku. Dia tak juga kunjung terlihat. Aku penasaran dengannya. Ingin sekali aku berkenalan dengannya, ingin sekali aku tahu semua tentangnya. Benar, dunia ini terasa luas jika mencari seseorang yang sangat ingin kutemui. Memang, dunia terasa sempit jika selalu bertemu dengan seseorang yang enggan kutemui. Tapi, lain dengan ini, dunia terasa sangat luas jika mencari seseorang. Memang, semua dirasakan oleh sesuai mood masing-masing.
Sesampainya kami ditempat tongkrongan, tetap saja hatiku masih badmood, selalu saja melihat bayangannya. Kenapa bayangannya selalu menghantuiku.
“Eh, Lin, gue ke toilet bentar yah, gue kebelet ni.”
“Ok, cepat balik lo.”
“Ok deh.”
Aku berlari menuju toilet dengan tak memperhatikan sekelilingku.
“Braakk.” Aku menabrak seseorang yang baru keluar dari toilet cowok.
“Woy! Liat-liat dong kalo lari.” Gerutunya padaku. Aku mengangkat kepalaku dan memfokuskan padanganku ke arahnya.
“Oh… My… God…” Ucapku dalam hati saat melihat cowok itu ternyata dia adalah sosok pangeran tampan yang tadi aku cari.
“Kenalin, gue Siska, lo?” Tanyaku menyodorkan tangan.
“Gue Eza.” Jawabnya memegang tanganku.
“Oh, no, mimpi apa aku semalem?” Pikirku. Aku melepaskan tanganku dan segera masuk ke toilet cewek, karena aku sangat-sangat kebelet dari tadi. Tapi Eza telah membuatku lupa tujuanku mengunjungi toilet.
Setelahku selesai menyelesaikan pekerjaanku di dalam toilet sana, aku segera keluar dari toilet dan melihat ke tempat yang tadi menjadi saksi pertemuanku dan Eza.
“Keman dia? Sial singkat sekali pertemuan gue.” Tanyaku dalam hati. Aku mencari-carinya keseluruh lingkungan dekat sana. Tapi batang hidungnya tak sedikitpun terlihat.
Aku kembali ke tempat tongkronganku yang disana ada Linda menungguku. Aku berjalan kesana dengan tetap memperhatikan sekelilingku.
“Lama banget lo Sis!” Ucapnya padaku.
“Sorry Lin.” Jawabku tetap saja memperhatikan sekeliling.
“Lo, kenapa Sis? Seharin ini lo kelihatan aneh gitu?” Tanyanya padaku yang sedikit aneh melihat tingkahku.
“Gak, gue gapapa ko.” Jawabku
“Oh ya! Gue ngajak temen gue kesini gapapakan?”
“Ya, terserah lo deh.” Kami menunggunya dengan sedikit berbincang-bincang dan memakan beberapa cemilan sederhana yang menghangatkan moment ini.
Aku kaget melihat Eza menghampiri tempat tongkronganku dan Linda.
“Hay!” Sapa Eza.
“Hay, duduk sini Za.” Ajak Linda.
Aku bengong melihatnya.
“Oh ya Sis. Ini temanku Eza. Oh ya Za, ini temanku Siska.” Linda mengenalkanku dengannya.
“Loh kau? Yang tadi ketemu kan?” Ucapnya membuatku malu.
“I… Iya…!” Jawabku gugup dan simple.
Aku diam-diam menatapnya dengan penuh keingin-tahuanku. Aku salting dekat dengannya, bahkan aku tak seperti biasanya bertingkah dekat Linda.
Hari mulai gelap, bahkan Ibuku sudah menyuruhku segera pulang.
“Oh, ya lo sama Siska pulang searahkan? Lo pulang bareng Sisa ya?” Pintanya untuk mengantarku pulang.
“Apa ini? Sungguh sangat membahagianku.” Ucapku dalam hati.
“Ayo naik.” Suruhnya padaku.
“Loh, malah bengong! Ayo!” Eza mengulurkan tangannya untuk membantuku menaiki motornya.
Sungguh terasa membuat jantung ini berdebar sangat kencang. Bagaimana tidak, sosok yang menjadi pandangan pertama kini telah berada sangat dekat denganku.
Bahkan aku sangat ragu memegangnya saat menumpang dimotornya. Ingin sekali aku memulai pertanyaan, tapi aku sangat gugup dekatnya. Aku terus berkhayal selalu bersamanya.
“Kemana arahnya?” Tanyanya padaku. Tapi ku tak mendengar pertanyaannya.
“Belok kanan.” Jawabku sambil melamun.
“Belok kanan kan mentok Sis?” Tanyanya padaku.
“Sis? Ko bengong?” Tanyanya padaku melihatku.
“Apa Za? Kau bilang apa?” Tanyaku baru sadar dari lamunan panjangku.
“Yah? Dari tadi gue gak didengerin! Gue nanya arah rumah lo kemana?” Tanyanya padaku.
“Lurus nanti mentok lalu belok kiri.” Jelasku padanya.
Akupun sampai di depan rumah ku dan segera berterima kasih padanya. Aku tetap melihatnya meskipun sedikit demi sedikit, cepat atau lambat dia telah pergi dari depan rumah ku. Sungguh parasnya yang tampan dan memikat hati, selalu menjadi bahan lamunanku.
Hari berikutnya aku dan Linda kembali ke tempat tongkrongan seperti biasa. Tak lupa pula, Linda mengajak Eza berkumpul disana. Aku sangat bahagia melihatnya.
“Eh bonyok gue besok berangkat lagi ke luar negeri. Gue ditinggal lagi, tapi kata bokap gue, gue boleh liburan kemanapun. Oh, ya lo berdua maukan?” Ajak Eza padaku dan pada Linda.
“Iya Za, boleh tuh, lagian gue bosen di rumah terus.”
Balas Linda menyetujui ajakan Eza.
“Lo ikut kan Sis?” Tanya Eza padaku.
“Iya boleh deh.” Jawabku.
“Ok! Kalo gitu besok kita berangkat deh! Lo semua prepare aja ya!”
Hari mulai petang, seperti biasa, setelah kami selesai berbincang-bincang dan mencicipi cemilan. Kami pulang ke rumah masing-masing. Aku numpang di motornya Eza.
“Ini yang gue tunggu.” Pikirku.
“Oh ya, gue pengen beli ice cream dulu boleh?”
“Boleh.”
Eza turun dari motornya dan membeli ice cream yang berada di sebrang jalan. Aku selalu saja diam-diam memperhatiakn setiap langkahnya. Setelah Eza kembali, dia memberiku ice cream.
“Maka dulu disini ya, boleh?” Pintanya padaku.
“Lo melamun mulu? Kenapa?” Tanyanya padaku. Aku lagi-lagi tak mendengarnya.
“Hey? Kenapa?” Dia memoleskan ice cream tepat dipipiku.
“Kau? Jail.” Gerutuku dan membalasnya.
Hari ini dia cukup membuatku sangat bahagia.
Aku menantikan hari esok karena akan pergi berlibur bersama. Tak sabat menanti esok, aku jadi sulit tidur. Waktu sangat lama berlalu. Aku terus-terusan melihat jamku. Tapi jam belum menunjuk ke arah waktu yang seharusnya aku pergi.
Dengan ketidak-sabaranku, haripun telah bersinar cerah, matahari telah menyinarinya, semua orang telah beramai-ramai keluar rumah. Dan saatnya akupun pergi bersama Eza dan Linda untuk berlibur ke sebuah pantai.
Sesampainya disana, aku sangat bahagia karena terus-terusan dekat dengannya. Bahkan diapun sangat peduli denganku. Kami duduk di tepi pantai dan memandang ombak dilautan sana yang terus bergelora seperti kisah asmaraku dengannya. Burung-burung berterbangan dan menari di derunya ombak lautan. Suara alam yang menjadi lebih membahagiakanku.
“Kemana Linda?” Tanya Eza padaku.
“Dia? Tua dia!” Tujukku ke arah Linda.
“Loh? Cowok itu siapa?” Tanyanya padaku setelah melihat Linda bersama pacarnya.
“Dia pacarnya, pacarnya nyusul dia kesini.” Jelasku seadanya.
“Oh ya dek, bentar ya gue bawa gitar dulu.”
Eza pergi membawa gitar untuk menghangatkan suasana pantai, aku berharap dia memainkan sebuah lagu untukku. Suara gitarnya mengalun dengan indah dan membuat hatiku mengalun seperti melodi itu. Hatiku sangat membara saat itu ingin sekaliku mengatakan perasaan dari awal melihatnya.
“Za… aku….” Aku memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatiku padanya, tapiku sangat gugup.
“Iya, apa Sis?”
“Aku… Aku suka sama kamu?”
“Apa Sis? Disini berisik, coba bisikin telingaku.” Pintanya.
“Aku suka sama kamu.” Bisikku padanya yang membuat dia berhenti memainkan gitanya. Perasaanku telah tercurah padanya.
“Maaf Sis, aku cuma nganggap kamu temanm.” Jelasnya padaku membuat hatiku sangat hancur. Harapankupun musnah seketika. Hatiku sangat rapuh saat itu. Aku memutuskan tuk berlari meninggalkannya disana.
Eza mengejarkku dan menarik tanganku.
“Tunggu Sis, dengerin gue.”
“Maaf banget, gue cuma nganggep lo temen, gak lebih. Gue mohon lo anggap gue temen jangan lebih!” Pintanya.
“Gak bisa, aku dari awal udah terpikat sama kamu.” Jelasku sambil menangis.
“Iya gue faham, tapi mending kita berteman saja.”
Harapanku putus saat itu, mau gimana lagi, kuterpaksa menyetujuinya untuk berteman, meskipun hatiku ingin lebih dari sekedar teman. Tapi nyatanya, begini, aku hanya dianggap teman olehnya. Pasrah saja hatiku, meskipun begitu sangat sakit hatiku.
CerpenBerharap Lebih Menyakitkan adalah cerita pendek karangan Syifa Mawadah Elpasya Symes. Kategori Cerpen Cinta. Pembaca dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya dengan mengklik namanya.