Sudah separuh jalan, motor yang dikendarainya tidak sekencang, waktu mengantar ku di pagi hari. Kini sudah pukul 15:00, sepertinya biasa dipertengahan jalan ini, ada sebuah tempat makan dengan sensasi out door ditambah dengan hamparan pemandangan perkotaan. Maklum saja di atas bukit ini semua yang berada di bawah terasa begitu kecil. Bahkan kalau di malam hari, bukit ini lebih cocok jika disebut bukit bintang, dikarenakan nyala lampu yang menghampar tak berujung.
Tiba-tiba, motor yang kuboncengi berhenti. “Kenapa berhenti?” Tukas ku dengan agak sedikit kaget.
“Kita berhenti sebentar ya, mampir ke tempat makan, laper banget nih! Boleh ya?.” Balas Candra dengan segera.
Kami-pun berdua turun dari motor, namun motor itu sepertinya masih sanggup untuk ratusan kali membawa kami mengelilingi jalan berbukit.
“Oh… gapapa, silahkan! Aku pulang ya, aku naik angkot saja…” Ide ku, agar tidak terlalu berharap, akan diajaknya.
Tapi ternyata. “Rie… jangan, justru aku mau kamu menemani aku makan bersama.” Jawab Candra dengan cepat, sambil sigap badannya mendekati aku.
“Oh… ya udah, nanti aku temani” Jawab ku singkat.
Menuju ke peraduan tempat makan, di sana ada tempat dengan memposisikan pengunjungnya dapat melihat pemandangan yang indah dengan menjulang ke bawah. Masing-masing tempat dengan meja kotak dengan kaki pendek, beralaskan permadani dan beratap awan yang cerah, namun cuaca agak dingin.
Tak disangka tempat itu ternyata akhirnya dibooking sama Candra. Setelah kami berdua duduk. Datanglah pelayan membawakan poster menu dan minuman.
“Selamat sore… silahkan di pilih dan dipesan” Kata pelayan dengan ramah.
“Kamu mau pesan apa?” Tanya Candra sambil jari telunjuknya mengarah ke poster menu.
“Hah…! katanya kamu yang mau makan?” Jawab ku kaget.
“Maksud aku, kita makan-makan disini, ya makan berdua lah, masa cuma aku doang yang makan” Jelas Candra sambil melempar senyum manis kepadaku.
“Oh… gitu ya.!” Maklum saja untuk urusan yang beginian aku berada di posisi sangat cupu dan tidak begitu mengerti
“Mmm… emangnya Candra mau pesan apa?”
“Aku mau cobain masakan kerang laut dan lobsternya, yang katanya sangat terkenal disini dan menjadi penghasilan utama bagi para masyarakatnya.”
“Owh gitu ya!” Lagi-lagi cupu nya aku sudah semakin kelihatan.
“Yah, udah enggak usah bingung, kita pesan kerang laut dan lobsternya untuk seukuran 2 porsi, gimana?”
“Ah… jangan, pasti mahal? Aku kan gak bawa uang lebih”
“Hahaha… kan yang ngajak kemari aku, jadi jelas aku yang bayarin semuanya lah” Berdirilah Candra ke arah pelayanan dan mulai memesannya, agak terdengar selentingan dari pertanyaan pelayan tentang minuman, langsung jawab oleh Candra.
“Sudah aku pesenin ya…” Tegas Candra sambil duduk kembali.
“Ngomong-ngomong, sekarang kamu kelas berapa?”
“Kelas tiga! Kenapa ya?” Tanya aku, yang padahal dapat membuat pembicaraan menjadi buntu.
“Ah… gak papa” “Aku boleh usul enggak ya?”
“Usul apa? Kayak orang mau demo aja pakai usul-usul segala” Jelas ku, sambil kubuat senyum-senyum yang enggak jelas.
“Mulai sekarang jangan panggil Candra, panggil aku Kakak aja, aku maunya seperti itu”
“Oh… gitu Can, eh… Kak maksudnya” Lidah ini masih agak kaku rupanya untuk memanggil dia Kakak.
Candra merembahkan badannya dan memejamkan matanya, permadani itu seakan membius badannya, sehingga akhirnya berhasil sudah permadani itu ditidurinya.
Aku yang melihatnya tak tega, aku keluarkan kotak puplen dan pensil ku, akhirnya kuberikan tas sekolah ku sebagai bantal.
“Kakak, pakai ini buat ganjal, supaya lebih nyaman”
“Terima kasih ya Ade Rie…” Tukas Candra, sambil memegang tas dan menggesernya ke bawah kepala, lalu meneruskan pejaman matanya.
“Kakak terlihat lelah sekali, kenapa?” Tanya ku yang sebenarnya agak sedikit mengganggu pejamanan matanya.
“Justru aku sekarang sudah lega dan nyaman, karena sudah ada yang orang memanggil aku Kakak, dan sekarang aku punya Ade yaitu kamu Rie…”
“Hah… maksud Kakak? Kok aku gak begitu mengerti ya… Bisa Kakak jelasin lebih rincinya?” Tanya ku penasaran dan bertingkah seperti pengacara.
Datanglah pelayan membawa makanan dan minuman yang telah dipesan oleh Candra.
“Asik… makanan datang, kita makan dulu ya Ade…”
“Iya Kak” Begitu singkat ku balas-jawab, dan sibuk ku sambil menggeser-geser wadah kerang laut dan lobster agar posisinya lebih dekat ke arah Candra, begitu juga minumannya.
Sepertinya kerang laut dan lobster itu begitu menggoda Candra, hingga begitu lahap, dimakannya.
Disinilah rasa itu mulai bercampur, campuran rasa itu semakin menggunung dan semakin mantap, bahwa, sepertinya aku mulai mengaguminya. Dari cara dia bertingkah laku, dari cara gaya bicara, telah mampu menjadi panutan bagi aku yang masih cupu.
“Kerang dan Lobster-nya enak banget” Ungkap Candra, yang telah memotong khayalanku tentang dirinya, semenjak tadi.
“Iya, Kakak habisin ajah…” Balasku dengan cepat, agar acara makan-makannya tidak terganggu karena tingkah dan sikapku yang terlihat cupu, ku lihat semenjak tadi, begitu lahapnya dia makan, seperti orang yang sudah tidak makan 2 hari.
Dan semakin kaget aku dibuatnya. “Nih, rasanya gurih banget, aaa…”, sambil tangannya menyuapiku dengan potongan daging lobster.
Aku yang semenjak tadi, juga sudah terbius oleh kelejatan kerang dan lobster, tanpa kusadari mulut ku terbuka lebar, dan melumat habis pemberian potongan daging lobster dari tangan pria yang gagah.
“Iya Kak, gurih banget” Kataku, sambil mengunyah lobster dan sambil memandang wajahnya.
BERSAMBUNG…
Cerpen Dilema Rindu (Part 3) adalah cerita pendek karangan Silka Kamuning Apriza. Kategori Cerpen Cinta. Pembaca dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya dengan mengklik namanya.