Selesai sudah makan-makan sore ku bersamanya. Beristirahat dan melihat pemandangan yang indah, dengan bersama seorang pria, yang ternyata menginginkan agar dirinya dipanggil dengan panggilan Kakak, dia pun memanggil aku dengan sebutan Ade, ada apa gerangan. Rencananya mau bertanya namun apakah waktunya tepat. Rasa yang seperti ini, membuat ku penasaran, karena merupakan hal yang baru bagiku.
“Rencananya, habis selesai makan, Ade mau kemana, apakah mau langsung pulang?” Tanda Candra memecah lamunan ku.
“Terserah Kakak, soalnya Ade masih punya waktu 1 jam lagi, karena biasanya di sekolah, ada jam tambahan untuk tugas praktek.”
“Kakak, Ade mau tanya dong!, tapi jangan marah?” Usahaku yang dari tadi kupendam akhirnya kulontarkan juga kepada.
“Tanya, saja!” Jawab Candra dengan singkat.
“Oh… itu Kakak, Ade mau tanya kenapa maunya dipanggil Kakak, sedangkan aku, Kakak panggil Ade, jelasin dong, kepo nih, hehe” Cengengesan ku, agar suasana tidak begitu kaku.
“Hemm… ceritanya panjang…” Terlihat dahinya sedikit mengernyit.
“Begini ceritanya, dengerin baik-baiknya, soalnya ceritanya akan disingkat-singkat, dikarenakan kita hanya punya waktu 1 saja.” Sambil duduk bersila, Candra memulai ceritanya.
Aku pun tak mau ke sampai mengecewakannya, jadinya ku fokuskan tatapan ku kepadanya.
“Kakak, sekarang sudah dewasa, dan sudah kepingin pacaran, juga sudah kepingin punya cewe. Namun sepertinya cukup sulit untuk mencari sosok wanita yang benar-benar bisa mengerti dan menjalani hidup bersama Kakak. Walaupun kebanyakan orang entah itu cewe atau cowo biasanya mencari pasangan dengan cantik atau tampan, bagi Kakak itu relatife, namun yang paling sulit menurut Kakak adalah yang perngertian, dari situlah asal muasal terjalinnya sebuah kisah kasih cinta. Nah, ketika awal pertemuan kita, Kakak merasakan adanya getaran dan ketertarikan yang berbeda, lain dari biasanya, entah kenapa perasaan Kakak kepada Ade, mulai memunculkan rasa rindu. Oleh karena itulah Kakak mencoba untuk bereksperimen untuk mencoba bertemu dengan Ade, dan entah kenapa waktunya begitu tepat dan akhirnya kita bertemu lagi untuk kedua kalinya, hingga akhirnya kita sampai disini, bahkan sebelumnya tanpa planning apapun. Kakak, mau ada orang memperhatikan, merindukan, berbagi suka atau duka bahkan sebagai tempat bertukar pikiran. Nah, sekarang sebelum hubungan kita lebih jauh lagi, Kakak ingin bertanya sekali lagi, apakah memang benar adanya, Ade mau panggil aku Kakak? Soalnya Kakak sudah bosan dengan tingkah laku para cewe yang pernah Kakak kenal, hingga akhirnya hanya memanfaatkan Kakak.”
“Iyah. Mau Kak…!” Entah kenapa mataku berkaca-kaca, jika aku berkedip sekali saja, menetes lah air mata ini. “Ade janji, tidak akan pernah mengecewakan Kakak.” Dan akhirnya tanpa kusadari usapan lembut berwarna putih, telah menghapus air mata ku yang akhirnya mengalir melalui pipi merah ku.
“Eh… Kakak, gakpapa kok” Tegas ku, agar dia menghentikan usapan tisunya.
“Padahal waktunya cuma sebentar, namun rasanya begitu lama Kakak bersama Ade, dengan mendengerkan cerita Kakak, tidak disangka jika Ade, benar-benar mencernanya, hingga membulirkan air mata.”
“Ah, Kakak, aku jadi malu” Sambil merebut tisu dari remasan jemarinya tangannya yang kuat namun tak berdaya ketika ku ambil darinya.
Sekarang sudah pukul 16:00, namun terlihat matahari sudah memerah, seakan marah karena masih ingin berada di atas, untuk menyaksikan dua insan yang sedang bersuka-duka bersama.
“Gak sekalian mau melihat matahari tenggelam nih” Dengan tatapannya yang begitu menggoda, Candra hampir saja membius ku dalam rayuannya.
“Enggak lah, Kakak, tadi kan janjinya cuma minta di temenin makan sama Ade! Hehe.” Tolakku dengan nada lembut, agar tidak mengecewakkannya.
“Ok, iya… Ayo Kakak antar pulang.” Kudengar nada itu keluar dari seorang yang mulai berdiri dengan badan tegap dan membelakangi matahari merah, seakan membuat gelap, karena pulangku, berarti perpisahan dengannya.
Aku pun terhanyut ikut berdiri.
“Tak ku sangka jika pria ini, begitu spontan dan tidak bertele-tele. Bahkan selalu menetapi janjinya. Karena kurasakan diriku yang lemah tak berdaya, bahkan sendirian tanpa sahabat dekat, nanti jika aku kenapa-kenapa, bagaimana coba” Pikir ku dalam hati.
Motor yang begitu gagah sepertinya sudah bosan menunggu untuk ditunggangi. Sehingga ketika mesinnya dihidupkan suaranya cukup menggelegar.
“Ayo, naik, jangan lupa pegangan Kakak”
“Baik Kak” Aku-pun mengiyakannya.
Walaupun yang sehabis makan adalah Aku dan Kakak, namun entah kenapa motor ini terasa begitu kencang melibas jalanan aspal yang sedikit agak lembab. Tak kuasa aku menahan takut, akhirnya ku pegang erat tubuh seorang pria, walaupun dia berjaket, namun kurasakan otot tubuhnya yang six pack.
Cepat sekali sampainya, rasanya aku masih terombang-ambing oleh motor yang dibawanya.
“Maaf ya… Kakak tadi ngebut, soalnya takut kamu pulang telat”
“Gakpapa Kak”
“Ini buat kamu di rumah”
“Hah, apa ini coklat lagi?”
“Iya”
“Kamu suka kan?”
“Iya Kak, suka banget, bahkan coklat yang kemaren saja, ku makan cuma sedikit, soalnya takut habis, hehe”
“Ya udah… pulang sana, udah sore tuh!” Tegasnya sambil sambil menyilahkan dengan ayunan tangannya, layaknya seorang putri cantik yang baru turun dari kayangan.
“O… Ok, Kakak. Terima kasih”
Sepuluh langkah lari kecil ku, aku menoleh ke belakang, kulihat dia masih menatap ku dengan tatapan penuh waspada, seakan khawatir akan ke sendirianku menanjaki bukit menunju rumah sederhanaku. Para pohon yang mencoba menghalangi pandangannya, seakan tembus oleh tatapan matanya yang begitu kuat kurasakan.
BERSAMBUNG…
Cerpen Dilema Rindu (Part 4) adalah cerita pendek karangan Silka Kamuning Apriza. Kategori Cerpen Cinta. Pembaca dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya dengan mengklik namanya.