Dedy Akas Website. Fenomena Kampung Setengah Kota atau Kota Setengah Kampung. Fenomena ini saya tulis berdasarkan kisah nyata dan benar-benar apa adanya. Tema yang saya angkat adalah kejadian di hari Sabtu sampai Malam Minggu dan berlanjut ke hari Minggu sampai malam Senin tentang lalulintas jalan raya sampai jalan menuju ke perkampungan. Sungguh aneh dan unik, fenomena ini terus saja terjadi untuk setiap minggunya namun juga sering kali terjadi pada hari-hari biasa yaitu dari hari Senin sampai dengan hari Jum’at.
Fenomena kampung setengah kota atau kota setengah kampung, fenomena yang telah menjadi pemandangan sehari-hari dan menjadi hal yang biasa yaitu tentang lalulintas jalan raya yang ramai dan macet.
Kota Setengah Kampung :
Yang aneh adalah ketika berada Kota Jakarta di jalan raya besar yang sudah mengadopsi jalur/ruas jalan dua arah atau lebar, pada hari Sabtu dan Minggu terlihat begitu lengang, namun ketika berkendara sudah mendekati kota setengah kampung, maka yang terjadi malah sebaliknya yaitu : ramai dan macet, kepadatan kendaraan yang tidak bisa dihindarkan menumpuk pada satu jalur yang mengecil atau ruas jalan yang seadanya, ruas jalan yang mengecil ini hanya berukuran untuk dua kendaran saja, baik lajur kiri maupun lajur kanan dengan tanpa pembatas jalan di tengah dan bisa dilalui untuk dua jalur yang berlawanan.
Hari Sabtu dan Minggu :
Dimana pada Kota Jakarta jalan raya atau jalan-jalan utama Kota Jakarta terlihat begitu lancar sentosa, namun, ketika sudah mendekati kampung setengah kota atau kota setengah kampung, maka perubahan lalulintas mulai terasa, jalanan tidak lagi terlihat lengang, jalanan yang banyak ditemukan persimpangan dan Gg. (Gang/Jalan Kecil menuju perkampungan), ini sudah pasti akan terjadi kemacetan yang luar biasa, dimana seharusnya pada hari libur atau weekend, ketika ingin keluar rumah ingin berkendara menuju ke perkotaan dan mengharapkan jalanan yang lengang, namun ternyata tidak bisa diharapkan.
Kampung Setengah Kota :
Kampung setengah kota, suatu tempat pinggiran Kota Jakarta, yang menjadikan impian untuk mengadu nasib bagi para perantau, dimana banyak terdapat pada setiap ruas pinggir jalan yaitu seperti café, tempat makan, toko, minimarket warung, lapak, pedagang gerobak dan lain sebagainya, malah memandang fenomena kampung setengah kota atau kota setengah kampung ini sebagai sumber rejeki, bagaimana tidak jika melihat pengendara begitu banyak dengan jumlah ribuan, memadati setiap ruas jalan apalagi jika terdapat persimpangan, maka kemacetan yang terjadi tidak akan bisa dihindarkan, dengan harapan setiap masing-masing para pengusaha atau para pedagang bisa mengharapkan usahanya dapat terlihat dari orang banyak (dari para pengendara yang berlalu-lalang).
Fenomena kampung setengah kota atau kota setengah kampung ini seakan menjadi tumpuan untuk para pemodal usaha menengah kebawah atau usaha dengan modal yang kecil.
Baca Juga : Jakarta Sang Megapolitan
Ini Adalah Hasil Survey Saya Dari Pendapat Para Pengendara Tentang Fenomena Kampung Setengah Kota Atau Kota Setengah Kampung :
- Jika Sahabat bekerja di kantor, maka usahakan pulang pukul 17.00 atau jam 5 sore, hal ini dilakukan untuk menghindari kemacetan yang akan mulai terjadi ketika mendekati pukul 17:30 atau jam setengah 6 sore.
- Jika jam pulang kantor adalah pukul 18:00 atau jam 6 sore, maka ada baiknya untuk beristirahat dulu di kantor atau di luar kantor untuk sekedar ngopi-ngopi, nge-teh, ngemil, minum, makan atau hal lainnya yang bisa menghilangkan suasana penat di kantor dan juga menghindari ke-galau-an dihati karena melihat suasana jalan raya yang macet luar biasa.
- Sediakan stamina sebelum berangkat pulang, seperti minum-minuman segar sebagai pelepas dahaga atau makan-makanan untuk sekedar menghilangkan lapar. Karena nantinya jika sudah berkendara yang ditemukan hanyalah macet dan macet, jumlah kendaraan mobil dan motor yang bejubel, nantinya akan menguras tenaga, sehingga ketika pulang ke rumah stamina atau kondisi tubuh masih terlihat lumayan segar dan kuat.
Fenomena kampung setengah kota atau kota setengah kampung, ternyata tidak terjadi pada Kota Jakarta saja, kota-kota besar lainnya-pun juga akan mendapati atau melihat pemandangan yang sama yaitu jalanan macet dan macet. Sebenarnya untuk para pengendara kampung sekitar sudah memakai jalur-jalur tikus atau jalanan-jalanan kecil yang ujung-ujung juga tembusnya ke kampung setengah kota atau kota setengah kampung, sehingga jika ingin menembusnya, terpaksa juga harus melalui jalan yang padat merayap, kecepatan rata-rata hanya 5km/jam s.d 10 km/jam saja.
Jalan Simpang Empat / Persimpangan Jalan Dengan Rambu Lalu Lintas :
Dengan fenomena ini, para pengendara dituntut untuk berkendara dengan bijak juga sesuai aturan, karena kalau tidak malah akan memperparah kemacetan yang ada. Sebut saja di persimpangan yang sudah terdapat lampu merah, walaupun sudah ada rambu-rambu lalulintas terkadang ada beberapa para pengendera yang menerobos dengan alasan perjalanan yang begitu lama dan ingin cepat pulang ke rumah. Hal ini sebenarnya malah membuat kemacetan yang makin parah, karena kalau terjadi stack (macet total=kendaraan tidak bisa bergerak), dan akan membuat miris untuk rambu lalu lintas, karena hanya terlihat sebagai hiasan belaka saja. Hal ini tidak bisa dihindarkan karena masih mengadopsi kampung setengah kota atau kota setengah kampung, sehingga memang perlu kesadaran penuh dari masing-masing pengguna jalan atau para pengendara motor maupun mobil.
Jalan Simpang Empat / Persimpangan Jalan Tanpa Rambu Lalu Lintas :
Fenomena selanjutnya yang terjadi adalah tukang parkir dadakan/tukang parkir jalanan, yang malah menyukai moment ini, dimana mencoba mencari keberuntungan dan mengharapkan mendapatkan uang receh dari para pengendara yang ingin menyebrang jalan atau melalui jalan simpang empat / persimpangan jalan. Dengan mengatur dan membantu para kendaraan dengan peralatan masker, priwitan atau lampu parkir juga bahkan tanpa mengandalkan peralatan apapun (hanya memakai kata : terus-terus, masuk-masuk dan lain-lain). Bahkan pada sebuah stasiun TV-pun yang mencoba survey kepada para pengendara dan menanyakan tentang fenomena tukang parkir jalanan hasilnya masih kontroversi (ada yang mendukung dan ada yang tidak mendukung). Semuanya kembali kepada hak individual-nya masing-masing, baik suka maupun tidak, namun hal demikian sudah pasti terjadi.
Baca Juga : Gojek Jakarta
Fenomena kampung setengah kota atau kota setengah kampung dengan pemandangan kemacetan yang terjadi setiap hari dan menjadi hal yang lumrah/biasa, namun tidak demikian jika ada sesuatu hal yang urgent seperti membawa orang sakit atau adanya kendaraan dengan membawa muatan yang memang harus cepat sampai.
Beberapa hal yang menjadikan kemacetan terjadi pada fenomena kampung setengah kota atau kota setengah kampung adalah :
- Mayoritas pengendara baik mobil maupun motor, memiliki jam pulang kerja yang rata-rata sama yaitu pada sore hari.
- Kendaraan angkutan umum yang suka parkir sembarangan, atau sering membuat terminal bayangan.
- Menjamurnya toko dan para pedagang kaki lima, yang menggunakan badan jalan sebagai lahan parkir.
- Tidak mematuhi marka jalan atau rambu lalu lintas, karena letaknya masih terdapat di area perkampungan, sehingga terkadang kurang mendapati kesadaran para pengguna jalan yang tidak bisa dihindari.
- Ruas jalan atau jalur jalanan yang cenderung kecil yaitu cukup untuk ukuran dua mobil dengan ukuran biasa saja, dan jika kedapatan ada mobil besar, maka 5km/jam atau 10km/jam-pun tidak bisa hindari atau bahkan bisa lebih parah dari itu.
- Penggunaan bahu jalan seperti : untuk galian kabel, perbaikan got atau saluran air hujan, pesta hajatan/pesta pernikahan bahkan untuk mendirikan panggung hiburan dangdutan.
Beberapa dampak yang diakibatkan oleh macet adalah :
- Bahan bakar kendaraan akan menjadi boros
- Bising suara kendaraan yang beraneka ragam.
- Menggunakan jalur yang bukan seharusnya.
- Bisa terjadi pertengkaran antara para pengendara.
- Kelelahan pada kondisi badan.
Lalu sampai kapan fenomena kampung setengah kota atau kota setengah kampung ini akan berakhir, jawabannya adalah ketika datang saat Hari Lebaran atau Hari Idul Fitri tiba, berbanding terbalik 180 derajat seperti hari-hari biasanya yaitu dapat melihat dan menikmati jalanan atau jalan raya yang begitu lengang dan sepi. Ini artinya para pengendara hanya bisa menikmatinya setahun sekali saja atau beberapa hari saja untuk bisa mencicipi jalanan atau jalan raya yang sepi dan bisa berkendara dengan leluasa, santai dan benar-benar bisa berkendara di jalanan atau jalan raya sebagai mana mestinya.
Baca Juga : Fenomena Gojek
Demikianlah artikel tentang : Fenomena Kampung Setengah Kota Atau Kota Setengah Kampung, semoga kita semua bisa dengan bijak untuk menyikapinya.
Happy Blogging!!!
Semoga bermanfaat dan terimakasih telah berkunjung dan membaca artikel di Dedy Akas Website.
Mungkin itu karena kepadatan penduduk yang hilir mudik kesana kemari ya kang yang menjadikan nya dari kota ke kampung dan dari kampung ke kota mombuat volume kendaraan melonjak tinggi sampai membludak apalagi di hari tertentu hari minggu atau hari liburan. apalagi menjelang hari raya ini
Hallo Kang Effendi Nurdiaman…
Iya bisa jadi Kang…
Yang kasian ketika ketemu dengan ruas jalan yang kecil, terkadang kalo lagi apes, bisa ke jebak macet deh, malah kadang-kadang stack gak bisa jalan…
Salam,
Kalau tempat saya kampung setengah kota mas dedy,,,ramainya kalau lagi musim mudik lebaran…banyak pemudanya yang merantau ke kota dan pulang ketika momentum lebaran…
Hallo Mas Tohir…
Hampir mirip dengan tempat saya juga…
Tapi kalau pas hari Lebaran, malah jadi sepi…
Karena banyak yang pada mudik… hehe 😀
Salam,
kalo tempat saya mah kampung asli kampung.
Masih seger banyak pepohonan rindang soalnya di pegunungan mas. hee 🙂 ?
Hallo Achmad Mustakim…
Wah… berbanding terbalik dengan yang ada disini Mas…
Pasti udaranya dingin dan segar ya…
Salam,
Saya bersyukur tinggal di desa yang jauh dari keramaian,.namun begitu fasilitas modern tetap mudah di dapat dan di akses..
mengutip kata bang Iwan Fals ” Jakarta sudah habis, Jakarta hanya untuk mencari uang, kalo uang sudah terkumpul, lbih baik hijrah saja,”..
Infonya asyik kang,..bikin mata saya melek lagi..
Salam dari ABAH2BLOGGER nih..he he he
Hallo Mas Teguh…
Wah, sangat unik ya Mas… orang di desa pengen ke kota, namun orang yang di kota ingin mencari keheningan di desa…
Hidup memang penuh warna-warni ya… tinggal kita menyikapinya dengan tulus dan iklas juga bijaksana ya Mas…
Salam juga buat ABAH2BLOGGER hehe 😀